ABSTRAK
Kebutuhan dan kondisi anak usia sekolah dan remaja
berbeda, sesuai dengan tahapan perkembangan mereka masing-masing. Seorang anak
pertama kali hadir di dunia, hanya kedua orang tuanya yang ia kenali melalui
perasaan batin. Orang tua pun sangat bahagia dikaruniai buah hati. Dimulai dari
lahir, seorang anak selalu tinggal bersama kedua orang tuanya dalam satu atap.
Selama masa pertumbuhannya, mereka belum mempersiapkan diri dalam hal
“perpisahan” bahkan kata-kata itu belum muncul dalam benak mereka. Apalagi bagi anak yang selalu berada dalam
pangkuan ibunya, ia akan merasa jauh lebih dekat dengan seorang ibu daripada
seorang ayah. Ketika permasalahan kecil muncul dalam rumah tangga, orang tua tidak
menyadari bahwa sang anak memerhatikan hal tersebut walapun mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya
sedang terjadi. Sehingga pilihan perceraian menjadi yang terakhir dan tak dapat
dihindarkan yang mereka anggap dapat menyelesaikan malalah. Hanya masalah
orangtua sajalah yang selesai, namun untuk masalah si buah hati sampai kapanpun
tidak akan pernah selesai.
Masalah
terbesar yang biasa mengemuka akibat
perceraian pada anak-anak dari setiap usia 6-12 tahun yaitu shock,
kehilangan,ketidakpastian, dan tekanan batin, hingga sudah lebih meluas. Pada
anak yang berusia enam tahun, karena kesadaran anak makin meningkat, isu-isu
baru, seperti rasa bersalah, menyalahkan, mencemaskan kesejahteraan salah satu
orangtua,khawatir tentang biaya hidup, atu merasa terperangkap di tengah kedua
orangtua yang masih bermusuhan, dapat menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari
mereka. Karena mereka belum mengerti siapa yang benar atau salah, mereka hanya
menuruti apa yang orangtua minta. Namun hal itu jauh dari keinginan seorang
anak.
Bagi kebanyakan remaja, perceraian orangtua membuat
batin mereka tertekan, tidak nyaman, menangis, sakit hati, terganggu,merasa
kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya, dll. Kehidupan mereka sendiri berkisar pada
berbagai masalah khas remaja, seperti narkoba, pergaulan bebas, seks bebas,
atau depresi. Mereka tidak memiliki ruang dan waktu lagi terhadap gangguan
percerain orangtua dalam kehidupan mereka.
Bagi seorang anak,remaja,atau usia dewasapun akan
menjadikan kejadian tersebut sebagai bencana yang sangat menekan batin,
membunuh jiwa semangat untuk masa depan, serta menguras rasa cemburu atau iri
terhadap keluarga lain yang bahagia. Namun mereka pasti memiliki suara batin
kuat yang memberitahu mereka untuk menjadi mandiri dan mulai membuat kehidupan
mereka sendiri.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Angka perceraian pasangan di Indonesia terus
meningkat drastis. Badan Urusan Peradilan Agama (Balidag) Mahkamah Agung (MA)
mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga
70 persen. Perceraian terus meningkat secara terus menerus hingga tahun 2011. Hal
itu terbukti dengan data-data yang tercatat di Pengadilan Agama dan Pengadilan
Negeri. Secara historis, pada tahun 2009 perceraian mencapai 250 ribu. Terjadi
kenaikan disbanding pada tahun 2008 yang berjumlah sekitar 200 ribu kasus.
Berikut ini adalah data tahun 2010 dari Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama RI,
yaitu dari 2 juta orang nikah setiap tahun se-indonesia, maka ada 285.184
perkara yang berakhir dengan perceraian per
tahun se-indonesia.
Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak
selamanya berjalan mulus sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan, namun
ternyata ada beberapa faktor lain yang secara sengaja atau tidak di sengaja
penghambat keharmonisan hubungan keluarga tersebut. Entah kesalahan yang dibuat
oleh seorang istri,keselahan yang dibuat oleh seorang suami,atau kesalaham yang
dibuat oleh kedua belah pihak. Salah
satu akibat yang di timbulkan dengan adanya konflik tersebut ialah perceraian.
Perceraian merupakan proses sulit bagi
pasangan.akibat bercerai, mantan suami-istri maupun si buah hati merasa
tersakiti secara fisik,emosional,lahiriah,dan batiniah. Keributan dalam rumah
tangga biasanya dimulai dari hal yang kecil, namun lambat laun karena tidak
adanya pengertian satu sama lain atau tidak ada yang mau mengalah maka
pertengkaran pun semakin menjadi. Perceraian disebabkan oleh banyak faktor,
seperti : perbedaan
prinsip(agama,karir,dll), tidak adanya perhatian dari salah satu pihak sehingga
timbulnya perbuatan zina atau perselingkuhan, kekerasan,
kecanduan(merokok,mabuk-mabukan, mengkonsumsi obat-obatan terlarang), kesulitan
ekonomi, dan sangat kurangnya komunikasi antara suami-istri.
Perceraian tidak secara otomatis dapat menyelesaikan
berbagai masalah dalam perkawinan. Di sisi lain malah menimbulkan masalah baru,
dan membuat keluarga yang terlibat merasa tidak nyaman dan bahagia, yaitu anak. Terutama seorang anak
remaja. Remaja sebagai korban perceraian paling sulit untuk menerima hal ini,
sulit diberi pengertian, dan sulit diajak berkomunikasi. Sehingga cenderung
menjadi pemberontak karena kemarahan dan kekecewaannya terhadap orangtuanya
yang bercerai. Mungkin bagi usia anak-anak bias dikendalikan dan dibujuk oleh
sesuatu yang disenangi,atau bagi anak yang telah beranjak dewasa lebih mudah
diajak berkomunikasi dan memahami apa yang terjadi dengan orangtuanya. Namun
bagi anak di semua usia, bagaimanapun juga bencana keluarga tersebut tetap saja
melumpuhkan batin mereka, menjadi trauma, dan tidak dapat dilupakan seumur
hidup.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana pengaruh perceraian orangtua, baik
terhadap perkembangan anak-anak, remaja, maupun dewasa?
2.
Faktor-faktor apa sajakah yang mengakibatkan
perceraian?
3.
Bagaimana upaya yang harus dilakukan supaya
akibat perceraian tidak mengganggu perkembangan anak?
4.
Bagaimana dampak dari perpecahan keluarga
terhadap anak?
C. TUJUAN PENELITIAN
1.
Mengetahui dampak perceraian terhadap anak
2.
Memahami perasaan dan keinginan anak atas
masalah perceraian orangtuanya.
3.
Mengetahui berbagai faktor perceraian.
4.
Mengetahui upaya pendekatan terhadap anak akibat
perceraian orangtuanya.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat
yang dapat diambil dari penelitian penulis yaitu membantu memecahkan
permasalahan yang dihadapi oleh anak (anak-anak maupun remaja) berkaitan dengan
emosinya yang masih sangat labil.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI PERCERAIAN
Perceraian
merupakan keputusan terakhir pasangan suami istri untuk saling meninggalkan,
baik meninggalkan kewajibannya sebagai suami istri maupun meninggalkan peran
sebagai suami/istri/orangtua akibat dari kegagalan keluarga yang mereka
bimbing.
Bagi anak-anak yang belum
mengerti maksud dari “perceraian” mereka mungkin sering bertanya-tanya kenapa
kedua orangtua mereka tidak pernah bersama-sama lagi. Mereka hanya menuruti apa
yang diucapkan oleh orangtuanya. Bagi seorang remaja yang dalam keadaan
emosinya masih sangat labil, mereka menganggap hal tersebut adalah kehancuran
dalam hidupnya, hidup akan jauh berbeda paska perceraian, merasa segalanya
menjadi kacau, dan merasa kehilangan. Bagi anak yang telah dewasa, mereka akan
lebih mudah diajak berkomunikasi, lebih bisa memahami situasi dan kondisi,
lebih bisa menjaga dirinya sendiri, bisa membedakan mana yang benar dan mana
yang salah, dan bisa menasehati kedua orangtuanya sesuai apa yang ia rasakan.
Intinya pada berapapun usia dari
anak-anak yang mengalami perpecahan dalam keluarganya, disatu sisi “kehilangan”
adalah masalah pertama yang mereka jumpa. Di sisi lain mereka menunjukkan
kesulitan dalam menyesuaikan diri seperti kesedihan, kesepian, kesendirian,
keterpurukan, kerinduan, ketakutan, kekhawatiran,dan depress. Itu semua adalah
hanya bagian dari rasa kekecewaan terhadap orangtuanya. Yang akan menjadi
trauma apabila mereka menyaksikan perkelahian orangtuanya yang begitu dasyat,
mereka hanya bisa menangis, mengurung diri di kamar, atau pergi melarikan diri
dari rumah untuk menenangkan diri mereka.
B.
RELASI ORANG TUA DENGAN ANAK
Sebelum
anak mengenal lingkungan luas, lingkungan pertama yang mereka kenal adalah
keluarga. Keluarga sebagai kelompok social terdiri dari sejumlah individu,
memiliki hubungan, yang didalamnya terdapat peran kewajiban dan tanggung jawab.
Menurut Salvicion dan Celis
(1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di
hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam
perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Orang tua merupakan lingkungan
yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Orangtua juga sebagai sumber
dukungan, semangat, kepekaan, kekuatan, dan sumber kabahagiaan.
Namun apa jadinya jika semua itu
hanya menjadi angan-angan bagi anak-anak yang merasakannya? Anak-anak
membutuhkan figure dalam pertumbuhan mereka. Oleh karena itu,dalam kondisi yang
berantakan orangtua haruslah bertindak sebagai sahabat bagi anak-anak.
Berkomukasi yang baik seperti halnya
persahabatan, dengan berkomunikasi akan menjadi perantara diantara keduanya
untuk membangun kembali ikatan yang telah retak, selain itu orangtua juga dapat
memahami apa keinginan dan kemauan seorang anak yang tidak dapat mereka
ungkapkan secara lisan. Terdapat upaya mengatasi masalah pada anak melalui cara-cara
berkomunikasi yang dapat para orangtua
lakukan untuk menjadi tempat curahan hati si buah hati :
1.
Mendorong anak
beribadah
Perceraian orangtua dapat melemahkan kekuatan sang
anak. Terutama adalah kekuatan iman. Mengajak anak beribadah bisa menjadi alat
komunikasi yang efektif sesuai dengan tahap perkembangannya. Tetap doronglah si
buah hati untuk selalu mendekatkan diri kepada ALLAH SWT dengan berusaha dan
selalu berdo’a insyaallah si buah hati akan diberkati berlapis-lapis
kekuatan(kekuatan iman,kekuatan mental,dan kekuatan fisik), diberikan
ketegaran, kesabaran, pikiran positif , optimis, tetap semangat dan pantang
menyerah, melumpuhkan segala kelemahan yang menghalanginya. Dengan begitu secar
perlahan si buah hati akan tumbuh menjadi anak yang hebat.
2. Kasih sayang dan perhatian
Sebagai
orang tua, harus memberikan perhatian dan kasih sayang mulai dari hal yang
terkecil. Dengan begitu seorang anak akan merasa dipedulikan dan dibutuhkan.
Perhatian dan kasih sayang adalah modal utama untuk “kesehatan” jasmani
rohani,dan lahir batin. Jika orangtua mengabaikan hal tersebut, maka
sebaliknya. Mereka akan memendam rasa benci, merasa tidak berguna dan
diacuhkan.
3. Memberikan kepercayaan
orangtua
adalah yang memegang peranan utama dalam pembentukan kepribadian anak-anak.
Peran orangtua adalah mendidik dan mengarahkan mereka dengan
sebaik-baiknya dengan memberikan kepercayaan serta selalu berprasangka baik
terhadap mereka. Jika anak berperilaku buruk, bukan berarti anak itu adalah
anak yang tidak dapat dipercaya. Semua orang berhak mendapatkan kepercayaan,
baik secara internal maupun eksternal.
Setiap anak yang bandel bisa berubah untuk lebih baik lagi. Tergantung
bagaimana orangtua mendidik dan memperhatikannya.
Jikalau orangtua
selalu mencurigai, mengintrogasi,dan berprasangka buruk terhadap anak, maka
rasa benci serta diperlakukan tidak adil akan tumbuh dibenak mereka. Bahkan
tekad untuk berbuat keburukan seperti yang dituduhkan.
4. Meluangkan waktu untuk anak
Sesibu-sibuknya
orangtua, sehingga dipadati dengan berbagai aktifitas atau pekerjaan bukan
berarti pekerjaan tersebut adalah yang terpenting. Yang terpenting bagi
orangtua tetaplah si buah hati.beraktivitas bersama buah hati sangatlah
menyenangkan dan mampu mempererat hubungan orangtua dengan sang anak. Jadi apa salahnya jika seorang ayah/ibu
meluangkan waktu untuk menghibur anaknya dengan cara melakukan berbagai hal-hal
yang mereka sukai? seperti : bermain bola, bermain di taman,memasak dan makan
bersama, karaokean dirumah,dan lain sebagainya.
Selain bermain, orangtua juga dapat meluangkan waktu untuk mendengarkan
dan memberi solusi terbaik dari keluh-kesah yang disampaikan oleh si buah hati.
Hingga pada akhirnya mereka akan membuka dirinya untuk berkomunikasi, untuk
saling menghibur dan merasa dihibur, untuk
melupakan perasaan-perasaan atau pikiran-pikiran negative anak.
C. PERILAKU ANAK SEBAGAI KORBAN PERCERAIAN
Tidak hanya menjadi kurang
pergaulan, anak korban perceraian akan mengalami penurunan nilai akademik,
penurunan prestasi baik di sekolah maupun di luar sekolah, berusaha namun dalam
kegelisahan, kesepian, ketidakpercayaan diri, dan kesedihan yang
berlarut-larut.
Seorang anak yang sebelum
menjadi korban perceraian lebih nyaman dan tentram jika berada di rumah,
apalagi dikelilingi oleh keluarga yang lengkap. Namun, semua kenyamanan itu
tidak didapat lagi setelah sering terjadinya cek-cok antara orangtua,menjelang
dan paska perceraian. Sebuah rumah yang seharuskan dijadikan sebagai tempat belajar, beradaptasi, sosialisasi,
serta bermain tidaklah efektif lagi jika bagaikan kapal yang hancur dihantam
angin badai yang begitu dasyat di tengah lautan. Apalagi untuk belajar, untuk
bermain saja sangatlah tidak menyenangkan. Hanya akan menambah duka.
Mereka akan merasa lebih nyaman
bermain diluar rumah, nongkrong bersama teman-temannya, menghabiskan waktu
untuk hal-hal yang tidak bermanfa’at, bahkan pada anak remaja yang emosinya
terbilang sangat labil jika tidak lagi diperhatikan maka akan nekad bertindak
menyimpang seperti : berkelahi, merokok, minum-minuman keras, mengkonsumsi
obat-obatan terlarang, serta mulai mencoba-coba seks bebas.
Tidak semua anak korban
percerain terjerumus dalam pergaulan bebas. Sebenarnya ada anak-anak yang tetap
mendekatkan diri kepada ALLAH SWT, sadar akan resiko jika bertindak menyimpang,
sabar, tegar, berusaha tuk selalu kuat, semangat, tidak putus asa untuk tetap
mencapai masa depan yang cerah, walaupun pada kenyataannya keluarga mereka
terpecah belah dan terkadang walaupun
status orangtuanya sudah bercerai tetapi
masih tetap saja bertengkar,saling benci dan menyalahkan. Mereka bisa melakukan
hal itu karna mereka tidak memendam rasa benci dan tetap menyayangi
orangtuanya. Anak-anak seperti itulah
yang patut dicontoh dan dijadikan sebagai teladan dalam masyarakat.
D. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERCERAIAN
Terdapat banyak penyebab
perceraian yang telah tampak dari kasus-kasus yang sering terjadi di Indonesia,
diantaranya adalah :
a)
Kurangnya berkomunikasi
Dalam rumah tangga, komunikasi
sangat penting dan sangat dibutuhkan antara suami-istri. Sekecil apapun itu
masalah harus memberitahu satu sama lain. Jika tidak, akan memicu terjadinya
perceraian. karena dengan berkomunikasi membuat rasa saling percaya, saling
mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal yang disembunyikan. Namun
sebaliknya jika dalam rumah tangga gagal berkomunikasi, maka akan sering
terjadi pertengkaran karena tidak saling percaya, tidak saling mengerti,
banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain. Hal ini akan beruung pada
perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal berkomunikasi.
b)
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
KDRT adalah kekerasan yang
dilakukan dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri yang berakibat
timbulnya penderitaan fisik, seksual, psikis,dan ekonomi. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab
utama perceraian.
c)
Perzinahan
Di samping itu, masalah lain
yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu
hubungnan seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. hal
ini bisa terjadi dalam rumah tangga dikarenakan mungkin seperti yang kita bahas
sebelumnya yaitu kurangnya atau gagal berkomunikasi, ketidak harmonisan, tidak
adanya perhatian atau kepedulian suami terhadap istri atau sebaliknya, saling
sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, merasa tidak tercukupinya kebahagiaan
lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk bersenang-senang bersama
orang lain.
d)
Masalah ekonomi
Uang memang tidak dapat membeli
kebahagiaan. Namun bagaimana lagi, uang termasuk kebutuhan pokok untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Oleh karena itu, faktor ekonomi masih menjadi penyebab paling
dominan terjadinya perceraian pasutri di masyarakat.
e)
Krisis moral dan akhlak
Faktor-faktor terjadinya perceraian di atas seperti halnya
masalah ekonomi, perzinahan, kurangnya atau gagal berkomunikasi, dan kekerasan
dalam rumah tangga dapat menimbulkan landasan berupa krisis moral dan akhlak
yang dilalaikan oleh suami mapun istri atas peran dan tanggung j
E. DAMPAK PERCERAIAN TERHADAP ANAK
Anak merupakan korban yang
paling terluka ketika orang tuanya bertengkar atau memutuskan untuk bercerai.
Takut dan kehilangan adalah perasaan yang selalu ada di benak mereka. Takut
kehilangan seorang ayah atau ibu, bahkan takut berpisah dengan saudara
kandungnya sendiri ( kakak atau adik). Takut kehilangan kasih sayang dan
perhatian orang tuanya yang akan berpisah.
Di masyarakat mereka yang
menjadi korban perceraian timbul rasa malu terhadap teman-temannya, pasti ia
akan berpikir bahwa teman-temannya akan membicarakan hal itu di sekolah maupun
diluar sekolah atau jadi sering untuk menyendiri. Dengan ketakutan,
kekhawatiran, kesedihan, kemarahan, ketidaknyamanan, dan kecemburuan yang
dirasakan akan sangat mengganggu konsentrasi belajar anak. Prestasi anak di
sekolah akan menurun baik dalam bidang akademik maupun non-akademik.
Bagi kebanyakan remaja, masalah
yang ditimbulkan cenderung ke batin dan pikiran. Batin yang dipenuhi
dengan tekanan,serta pikiran-pikiran
negatif selalu muncul yang akhirnya tidak dapat mereka kendalikan. Secara fisik
tidak begitu terluka, namun sikis dan
kepribadiannya sangatlah terluka dan berantakan. Bahkan secara perlahan,
sebagai pelarian yang buruk anak-anak akan terjerumus dalam pergaulan bebas,
seperti : seks bebas, narkoba, mabuk-mabukan, memakai obat-obatan terlarang,
atau hal-hal negatif lainnya yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang
lain.
BAB III
PENUTUP
A) KESIMPULAN
Pemutusan hubungan suami-istri
dari hubungan pernikahan/perkawinan yang sah menurut syariah islam atau menurut
syariah Negara, itulah yang disebut dengan perceraian.
Bukan lagi merupakan
implikasi yang kecil bagi pasangan yang sudah memliki keturunan. Ada istilah “
mantan istri/mantan suami “ namun tidak ada istilah “ mantan anak”. Walaupun
status orangtua telah bercerai, tetapi kedua orangtua itu masih akan selalu
bertanggungjawab atas anak-anaknya.
Dalam sebuah perceraian
kebanyakan orang tidak memikirkan akan kelangsungan kehidupan anaknya, mereka
lebih mementingkan urusan pribadinya apalagi bagi orangtua yang telah menemukan
pendamping baru. Dengan terjadinya perceraian saja seorang anak sudah merasa
sedih dan terluka sekali, apalagi jika ditambah dengan masalah baru yaitu
ayah/ibunya menikah lagi dalam jangka waktu yang belum lama dari perceraian.
hal itu akan membuat anak semakin
terpukul dan memendam kebencian terhadap orangtua kandung/orangtua tiri
tersebut.
“ seorang anak jika ingin
menikah dengan orang yang dicintainya harus meminta restu terlebih dahulu kepada
orangtuanya, begitu juga sebaliknya jika orangtua ingin menikah lagi paska
perceraian harus meminta restu pula kepada anaknya ” karena jika tidak mendapat
restu dari orang yang bersangkutan, pernikahan itu tidak akan berjalan mulus
dan selalu ada masalah yang dihadapi. Yang terpenting adalah hargailah pendapat
dan rasakanlah perasaan anak-anak.
Dari kesimpulan yang telah
penulis tuangkan dalam karya tulis ini, di dapat HASIL PENELITIAN dari
penelitian yang dilakukan :
Mungkin bagi anak yang masih
kecil tidak begitu berpengaruh, tapi jika terjadi pada anak yang menginjak usia
remaja hal tersebut akan berakibat fatal
terutama pada psikis dan kepribadian mereka. Beberapa akibat yang ditimbulkan
pada remaja dari perceraian yaitu, remaja akan merasa tidak nyaman, kesepian,
kehilangan, marah, sedih, suka menyendiri, dan ketakutan. Bagi anak yang masih
kecil walaupun tidak begitu berpengaruh, namun tetap saja anak itu merindukan
salah satu orang tuanya yang tidak tinggal satu rumah lagi. Dan jika anak yang
masih kecil itu sudah tinggan bersama orangtua tiri, maka anak itu akan merasa
takut dan hanya nurut kepada si tiri.
Berapapun usia anak yang telah
mengalami kasus perceraian orangtuanya, entah masih kecil, remaja, maupun
dewasa, mereka akan merasakan suatu beban yang tidak dirasakan oleh anak lain
yang tidak mengalaminya, merasakan luka yang akan membekas seumur hidupnya.
Disaat mereka bahagia, terkadang memori kepedihan tentang perpisahan
orangtuanya akan muncul secara tiba-tiba dan terpuruk seketika, namun mereka
berusaha untuk senyum kembali. Walaupun orangtua mereka telah bercerai, namun
mereka tetap bersyukur karena orangtuanya masih ada didunia ini dan masih bisa
bertemu untuk melepaskan rasa rindu.
Perlu diingat bagi para
orangtua. Sebaik apapun dalam menangani perceraian, pengaruh perceraian akan
selalu membekas pada anak bahkan ketika pertengkaran hebat dan permasalahan
orangtua sudah selesai dengan baik.
B)
SARAN
a)
Orangtua harus peka terhadap semua masalah dan
konflik yang mungkin memengaruhi buah hati.
b)
Dari kisah kehancuran keluarga si anak korban
perceraian, akan selalu ada hikmah dibalik semua ini yang dapat kita petik.
Pasti ada sisi positif dari kejadian perceraian. kehancuran keluarga bukan
berarti hancur segala-galanya, semua tergantung pada kita yang menjalaninya.
Jika kita lemah, terpuruk, dan putus asa maka kehidupan tidak ka nada artinya.
Namun bangkitlah bagi anak-anak korban perceraian, situasi itu memaksa dan
mendorong kita untuk kuat akan iman,mental,dan fisik, tegar, sabar, mandiri,
selalu semangat, pantang menyerah, dan biarkanlah kaki kalian terus melangkah
ke depan tuk meraih cita-cita. Karena jika kita membatasi diri kita sendiri,
maka kita telah membatasi kemampuan kita.
c)
Buktikan kepada orangtua yang lebih mementingkan
pendamping barunya daripada anaknya, bahwa kita bisa sukses tanpa harus disisi
dia. Namun janganlah dendam kepada orangtua kita yang melakukan kesalahan,
bagaimanapun juga mereka tetap orangtua kita. Tugas kitaa sebagai anak adalah
membahagiaan orangtua kita kelak dan maafkanlah semua kesalahan orangtua kita
karena didalam hati seorang ayah/ibu yang paling dalam, pasti mereka juga telah
lebih dulu memaafkan kesalahan kita sebelum kita meminta maaf.
d)
Janganlah memaksa anak-anak untuk menerima orang
tua tiri. Karena hal itu dapat menyiksa batin mereka. Semua itu butuh waktu.
Biarkanlah anak itu menyesuaikan dirinya sendiri dalam sebuah kenyamanan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA