Minggu, 27 Januari 2013

Karya Tulis- Anak sebagai Korban Perceraian



ABSTRAK
                Kebutuhan dan kondisi anak usia sekolah dan remaja berbeda, sesuai dengan tahapan perkembangan mereka masing-masing. Seorang anak pertama kali hadir di dunia, hanya kedua orang tuanya yang ia kenali melalui perasaan batin. Orang tua pun sangat bahagia dikaruniai buah hati. Dimulai dari lahir, seorang anak selalu tinggal bersama kedua orang tuanya dalam satu atap. Selama masa pertumbuhannya, mereka belum mempersiapkan diri dalam hal “perpisahan” bahkan kata-kata itu belum muncul dalam benak mereka.  Apalagi bagi anak yang selalu berada dalam pangkuan ibunya, ia akan merasa jauh lebih dekat dengan seorang ibu daripada seorang ayah. Ketika permasalahan kecil muncul dalam rumah tangga, orang tua tidak menyadari bahwa sang anak memerhatikan hal tersebut walapun  mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sehingga pilihan perceraian menjadi yang terakhir dan tak dapat dihindarkan yang mereka anggap dapat menyelesaikan malalah. Hanya masalah orangtua sajalah yang selesai, namun untuk masalah si buah hati sampai kapanpun tidak akan pernah selesai.
                 Masalah terbesar  yang biasa mengemuka akibat perceraian pada anak-anak dari setiap usia 6-12 tahun yaitu shock, kehilangan,ketidakpastian, dan tekanan batin, hingga sudah lebih meluas. Pada anak yang berusia enam tahun, karena kesadaran anak makin meningkat, isu-isu baru, seperti rasa bersalah, menyalahkan, mencemaskan kesejahteraan salah satu orangtua,khawatir tentang biaya hidup, atu merasa terperangkap di tengah kedua orangtua yang masih bermusuhan, dapat menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Karena mereka belum mengerti siapa yang benar atau salah, mereka hanya menuruti apa yang orangtua minta. Namun hal itu jauh dari keinginan seorang anak.
                Bagi kebanyakan remaja, perceraian orangtua membuat batin mereka tertekan, tidak nyaman, menangis, sakit hati, terganggu,merasa kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya, dll.  Kehidupan mereka sendiri berkisar pada berbagai masalah khas remaja, seperti narkoba, pergaulan bebas, seks bebas, atau depresi. Mereka tidak memiliki ruang dan waktu lagi terhadap gangguan percerain orangtua dalam kehidupan mereka.
                Bagi seorang anak,remaja,atau usia dewasapun akan menjadikan kejadian tersebut sebagai bencana yang sangat menekan batin, membunuh jiwa semangat untuk masa depan, serta menguras rasa cemburu atau iri terhadap keluarga lain yang bahagia. Namun mereka pasti memiliki suara batin kuat yang memberitahu mereka untuk menjadi mandiri dan mulai membuat kehidupan mereka sendiri.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
                Angka perceraian pasangan di Indonesia terus meningkat drastis. Badan Urusan Peradilan Agama (Balidag) Mahkamah Agung (MA) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70 persen. Perceraian terus meningkat secara terus menerus hingga tahun 2011. Hal itu terbukti dengan data-data yang tercatat di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Secara historis, pada tahun 2009 perceraian mencapai 250 ribu. Terjadi kenaikan disbanding pada tahun 2008 yang berjumlah sekitar 200 ribu kasus. Berikut ini adalah data tahun 2010 dari Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama RI, yaitu dari 2 juta orang nikah setiap tahun se-indonesia, maka ada 285.184 perkara yang berakhir dengan perceraian per  tahun se-indonesia.
                Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak selamanya berjalan mulus sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan, namun ternyata ada beberapa faktor lain yang secara sengaja atau tidak di sengaja penghambat keharmonisan hubungan keluarga tersebut. Entah kesalahan yang dibuat oleh seorang istri,keselahan yang dibuat oleh seorang suami,atau kesalaham yang dibuat oleh kedua belah pihak.  Salah satu akibat yang di timbulkan dengan adanya konflik tersebut ialah perceraian.
                Perceraian merupakan proses sulit bagi pasangan.akibat bercerai, mantan suami-istri maupun si buah hati merasa tersakiti secara fisik,emosional,lahiriah,dan batiniah. Keributan dalam rumah tangga biasanya dimulai dari hal yang kecil, namun lambat laun karena tidak adanya pengertian satu sama lain atau tidak ada yang mau mengalah maka pertengkaran pun semakin menjadi. Perceraian disebabkan oleh banyak faktor, seperti  : perbedaan prinsip(agama,karir,dll), tidak adanya perhatian dari salah satu pihak sehingga timbulnya perbuatan zina atau perselingkuhan, kekerasan, kecanduan(merokok,mabuk-mabukan, mengkonsumsi obat-obatan terlarang), kesulitan ekonomi, dan sangat kurangnya komunikasi antara suami-istri.
                Perceraian tidak secara otomatis dapat menyelesaikan berbagai masalah dalam perkawinan. Di sisi lain malah menimbulkan masalah baru, dan membuat keluarga yang terlibat merasa tidak nyaman dan  bahagia, yaitu anak. Terutama seorang anak remaja. Remaja sebagai korban perceraian paling sulit untuk menerima hal ini, sulit diberi pengertian, dan sulit diajak berkomunikasi. Sehingga cenderung menjadi pemberontak karena kemarahan dan kekecewaannya terhadap orangtuanya yang bercerai. Mungkin bagi usia anak-anak bias dikendalikan dan dibujuk oleh sesuatu yang disenangi,atau bagi anak yang telah beranjak dewasa lebih mudah diajak berkomunikasi dan memahami apa yang terjadi dengan orangtuanya. Namun bagi anak di semua usia, bagaimanapun juga bencana keluarga tersebut tetap saja melumpuhkan batin mereka, menjadi trauma, dan tidak dapat dilupakan seumur hidup.
B.      RUMUSAN MASALAH

1.       Bagaimana pengaruh perceraian orangtua, baik terhadap perkembangan anak-anak, remaja, maupun dewasa?
2.       Faktor-faktor apa sajakah yang mengakibatkan perceraian?
3.       Bagaimana upaya yang harus dilakukan supaya akibat perceraian tidak mengganggu perkembangan anak?
4.       Bagaimana dampak dari perpecahan keluarga terhadap anak?

C.      TUJUAN PENELITIAN
       
1.       Mengetahui dampak perceraian terhadap anak
2.       Memahami perasaan dan keinginan anak atas masalah perceraian orangtuanya.
3.       Mengetahui berbagai faktor perceraian.
4.       Mengetahui upaya pendekatan terhadap anak akibat perceraian orangtuanya.

D.     MANFAAT PENELITIAN
                Manfaat yang dapat diambil dari penelitian penulis yaitu membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh anak (anak-anak maupun remaja) berkaitan dengan emosinya yang masih sangat labil.

BAB II
PEMBAHASAN
A.     DEFINISI PERCERAIAN
            Perceraian merupakan keputusan terakhir pasangan suami istri untuk saling meninggalkan, baik meninggalkan kewajibannya sebagai suami istri maupun meninggalkan peran sebagai suami/istri/orangtua akibat dari kegagalan keluarga yang mereka bimbing.
                Bagi anak-anak yang belum mengerti maksud dari “perceraian” mereka mungkin sering bertanya-tanya kenapa kedua orangtua mereka tidak pernah bersama-sama lagi. Mereka hanya menuruti apa yang diucapkan oleh orangtuanya. Bagi seorang remaja yang dalam keadaan emosinya masih sangat labil, mereka menganggap hal tersebut adalah kehancuran dalam hidupnya, hidup akan jauh berbeda paska perceraian, merasa segalanya menjadi kacau, dan merasa kehilangan. Bagi anak yang telah dewasa, mereka akan lebih mudah diajak berkomunikasi, lebih bisa memahami situasi dan kondisi, lebih bisa menjaga dirinya sendiri, bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dan bisa menasehati kedua orangtuanya sesuai apa yang ia rasakan.
                Intinya pada berapapun usia dari anak-anak yang mengalami perpecahan dalam keluarganya, disatu sisi “kehilangan” adalah masalah pertama yang mereka jumpa. Di sisi lain mereka menunjukkan kesulitan dalam menyesuaikan diri seperti kesedihan, kesepian, kesendirian, keterpurukan, kerinduan, ketakutan, kekhawatiran,dan depress. Itu semua adalah hanya bagian dari rasa kekecewaan terhadap orangtuanya. Yang akan menjadi trauma apabila mereka menyaksikan perkelahian orangtuanya yang begitu dasyat, mereka hanya bisa menangis, mengurung diri di kamar, atau pergi melarikan diri dari rumah untuk menenangkan diri mereka.
                                                                                           
B.      RELASI ORANG TUA DENGAN ANAK
            Sebelum anak mengenal lingkungan luas, lingkungan pertama yang mereka kenal adalah keluarga. Keluarga sebagai kelompok social terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan, yang didalamnya terdapat peran kewajiban dan tanggung jawab.
                Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
                Orang tua merupakan lingkungan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.  Orangtua juga sebagai  sumber  dukungan, semangat, kepekaan, kekuatan, dan sumber kabahagiaan.
                Namun apa jadinya jika semua itu hanya menjadi angan-angan bagi anak-anak yang merasakannya? Anak-anak membutuhkan figure dalam pertumbuhan mereka. Oleh karena itu,dalam kondisi yang berantakan orangtua haruslah bertindak sebagai sahabat bagi anak-anak. Berkomukasi  yang baik seperti halnya persahabatan, dengan berkomunikasi akan menjadi perantara diantara keduanya untuk membangun kembali ikatan yang telah retak, selain itu orangtua juga dapat memahami apa keinginan dan kemauan seorang anak yang tidak dapat mereka ungkapkan secara lisan. Terdapat upaya mengatasi masalah pada anak melalui cara-cara berkomunikasi  yang dapat para orangtua lakukan untuk menjadi tempat curahan hati si buah hati :
1.       Mendorong anak beribadah

                Perceraian orangtua dapat melemahkan kekuatan sang anak. Terutama adalah kekuatan iman. Mengajak anak beribadah bisa menjadi alat komunikasi yang efektif sesuai dengan tahap perkembangannya. Tetap doronglah si buah hati untuk selalu mendekatkan diri kepada ALLAH SWT dengan berusaha dan selalu berdo’a insyaallah si buah hati akan diberkati berlapis-lapis kekuatan(kekuatan iman,kekuatan mental,dan kekuatan fisik), diberikan ketegaran, kesabaran, pikiran positif , optimis, tetap semangat dan pantang menyerah, melumpuhkan segala kelemahan yang menghalanginya. Dengan begitu secar perlahan si buah hati akan tumbuh menjadi anak yang hebat.

2.       Kasih sayang dan perhatian

                Sebagai orang tua, harus memberikan perhatian dan kasih sayang mulai dari hal yang terkecil. Dengan begitu seorang anak akan merasa dipedulikan dan dibutuhkan. Perhatian dan kasih sayang adalah modal utama untuk “kesehatan” jasmani rohani,dan lahir batin. Jika orangtua mengabaikan hal tersebut, maka sebaliknya. Mereka akan memendam rasa benci, merasa tidak berguna dan diacuhkan.

3.       Memberikan kepercayaan

                orangtua adalah yang memegang peranan utama dalam pembentukan kepribadian anak-anak.
Peran orangtua adalah mendidik dan mengarahkan mereka dengan sebaik-baiknya dengan memberikan kepercayaan serta selalu berprasangka baik terhadap mereka. Jika anak berperilaku buruk, bukan berarti anak itu adalah anak yang tidak dapat dipercaya. Semua orang berhak mendapatkan kepercayaan, baik secara internal maupun eksternal.  Setiap anak yang bandel bisa berubah untuk lebih baik lagi. Tergantung bagaimana orangtua mendidik dan memperhatikannya.
 Jikalau orangtua selalu mencurigai, mengintrogasi,dan berprasangka buruk terhadap anak, maka rasa benci serta diperlakukan tidak adil akan tumbuh dibenak mereka. Bahkan tekad untuk berbuat keburukan seperti yang dituduhkan.

4.       Meluangkan waktu untuk anak

                Sesibu-sibuknya orangtua, sehingga dipadati dengan berbagai aktifitas atau pekerjaan bukan berarti pekerjaan tersebut adalah yang terpenting. Yang terpenting bagi orangtua tetaplah si buah hati.beraktivitas bersama buah hati sangatlah menyenangkan dan mampu mempererat hubungan orangtua dengan sang anak.  Jadi apa salahnya jika seorang ayah/ibu meluangkan waktu untuk menghibur anaknya dengan cara melakukan berbagai hal-hal yang mereka sukai? seperti : bermain bola, bermain di taman,memasak dan makan bersama, karaokean dirumah,dan lain sebagainya.  Selain bermain, orangtua juga dapat meluangkan waktu untuk mendengarkan dan memberi solusi terbaik dari keluh-kesah yang disampaikan oleh si buah hati. Hingga pada akhirnya mereka akan membuka dirinya untuk berkomunikasi, untuk saling  menghibur dan merasa dihibur, untuk melupakan perasaan-perasaan atau pikiran-pikiran negative anak.

C.      PERILAKU ANAK SEBAGAI KORBAN PERCERAIAN

                Tidak hanya menjadi kurang pergaulan, anak korban perceraian akan mengalami penurunan nilai akademik, penurunan prestasi baik di sekolah maupun di luar sekolah, berusaha namun dalam kegelisahan, kesepian, ketidakpercayaan diri, dan kesedihan yang berlarut-larut.
                Seorang anak yang sebelum menjadi korban perceraian lebih nyaman dan tentram jika berada di rumah, apalagi dikelilingi oleh keluarga yang lengkap. Namun, semua kenyamanan itu tidak didapat lagi setelah sering terjadinya cek-cok antara orangtua,menjelang dan paska perceraian. Sebuah rumah yang seharuskan dijadikan sebagai  tempat belajar, beradaptasi, sosialisasi, serta bermain tidaklah efektif lagi jika bagaikan kapal yang hancur dihantam angin badai yang begitu dasyat di tengah lautan. Apalagi untuk belajar, untuk bermain saja sangatlah tidak menyenangkan. Hanya akan menambah duka.
                Mereka akan merasa lebih nyaman bermain diluar rumah, nongkrong bersama teman-temannya, menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfa’at, bahkan pada anak remaja yang emosinya terbilang sangat labil jika tidak lagi diperhatikan maka akan nekad bertindak menyimpang seperti : berkelahi, merokok, minum-minuman keras, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, serta mulai mencoba-coba seks bebas.
                Tidak semua anak korban percerain terjerumus dalam pergaulan bebas. Sebenarnya ada anak-anak yang tetap mendekatkan diri kepada ALLAH SWT, sadar akan resiko jika bertindak menyimpang, sabar, tegar, berusaha tuk selalu kuat, semangat, tidak putus asa untuk tetap mencapai masa depan yang cerah, walaupun pada kenyataannya keluarga mereka terpecah belah dan terkadang  walaupun status orangtuanya sudah bercerai  tetapi masih tetap saja bertengkar,saling benci dan menyalahkan. Mereka bisa melakukan hal itu karna mereka tidak memendam rasa benci dan tetap menyayangi orangtuanya.  Anak-anak seperti itulah yang patut dicontoh dan dijadikan sebagai teladan dalam masyarakat.

D.      FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERCERAIAN

                Terdapat banyak penyebab perceraian yang telah tampak dari kasus-kasus yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah :

a)      Kurangnya berkomunikasi
                Dalam rumah tangga, komunikasi sangat penting dan sangat dibutuhkan antara suami-istri. Sekecil apapun itu masalah harus memberitahu satu sama lain. Jika tidak, akan memicu terjadinya perceraian. karena dengan berkomunikasi membuat rasa saling percaya, saling mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal yang disembunyikan. Namun sebaliknya jika dalam rumah tangga gagal berkomunikasi, maka akan sering terjadi pertengkaran karena tidak saling percaya, tidak saling mengerti, banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain. Hal ini akan beruung pada perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal berkomunikasi.

b)     Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
                KDRT adalah kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri yang berakibat timbulnya penderitaan fisik, seksual, psikis,dan ekonomi.  Hal tersebut menjadi salah satu penyebab utama perceraian.

c)      Perzinahan
                Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungnan seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. hal ini bisa terjadi dalam rumah tangga dikarenakan mungkin seperti yang kita bahas sebelumnya yaitu kurangnya atau gagal berkomunikasi, ketidak harmonisan, tidak adanya perhatian atau kepedulian suami terhadap istri atau sebaliknya, saling sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, merasa tidak tercukupinya kebahagiaan lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk bersenang-senang bersama orang lain.

d)     Masalah ekonomi
                Uang memang tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun bagaimana lagi, uang termasuk kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, faktor ekonomi masih menjadi penyebab paling dominan terjadinya perceraian pasutri di masyarakat.

e)      Krisis moral dan akhlak
                Faktor-faktor  terjadinya perceraian di atas seperti halnya masalah ekonomi, perzinahan, kurangnya atau gagal berkomunikasi, dan kekerasan dalam rumah tangga dapat menimbulkan landasan berupa krisis moral dan akhlak yang dilalaikan oleh suami mapun istri atas peran dan tanggung j

E.       DAMPAK PERCERAIAN TERHADAP ANAK

                Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya bertengkar atau memutuskan untuk bercerai. Takut dan kehilangan adalah perasaan yang selalu ada di benak mereka. Takut kehilangan seorang ayah atau ibu, bahkan takut berpisah dengan saudara kandungnya sendiri ( kakak atau adik). Takut kehilangan kasih sayang dan perhatian orang tuanya yang akan berpisah.
                Di masyarakat mereka yang menjadi korban perceraian timbul rasa malu terhadap teman-temannya, pasti ia akan berpikir bahwa teman-temannya akan membicarakan hal itu di sekolah maupun diluar sekolah atau jadi sering untuk menyendiri. Dengan ketakutan, kekhawatiran, kesedihan, kemarahan, ketidaknyamanan, dan kecemburuan yang dirasakan akan sangat mengganggu konsentrasi belajar anak. Prestasi anak di sekolah akan menurun baik dalam bidang akademik maupun non-akademik.
                Bagi kebanyakan remaja, masalah yang ditimbulkan cenderung ke batin dan pikiran. Batin yang dipenuhi dengan  tekanan,serta pikiran-pikiran negatif selalu muncul yang akhirnya tidak dapat mereka kendalikan. Secara fisik tidak begitu terluka, namun sikis dan  kepribadiannya sangatlah terluka dan berantakan. Bahkan secara perlahan, sebagai pelarian yang buruk anak-anak akan terjerumus dalam pergaulan bebas, seperti : seks bebas, narkoba, mabuk-mabukan, memakai obat-obatan terlarang, atau hal-hal negatif lainnya yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.

BAB III
PENUTUP
A)     KESIMPULAN

                Pemutusan hubungan suami-istri dari hubungan pernikahan/perkawinan yang sah menurut syariah islam atau menurut syariah Negara, itulah yang disebut dengan perceraian.
Bukan lagi merupakan implikasi yang kecil bagi pasangan yang sudah memliki keturunan. Ada istilah “ mantan istri/mantan suami “ namun tidak ada istilah “ mantan anak”. Walaupun status orangtua telah bercerai, tetapi kedua orangtua itu masih akan selalu bertanggungjawab atas anak-anaknya.
                Dalam sebuah perceraian kebanyakan orang tidak memikirkan akan kelangsungan kehidupan anaknya, mereka lebih mementingkan urusan pribadinya apalagi bagi orangtua yang telah menemukan pendamping baru. Dengan terjadinya perceraian saja seorang anak sudah merasa sedih dan terluka sekali, apalagi jika ditambah dengan masalah baru yaitu ayah/ibunya menikah lagi dalam jangka waktu yang belum lama dari perceraian. hal itu akan  membuat anak semakin terpukul dan memendam kebencian terhadap orangtua kandung/orangtua tiri tersebut.
                “ seorang anak jika ingin menikah dengan orang yang dicintainya harus meminta restu terlebih dahulu kepada orangtuanya, begitu juga sebaliknya jika orangtua ingin menikah lagi paska perceraian harus meminta restu pula kepada anaknya ” karena jika tidak mendapat restu dari orang yang bersangkutan, pernikahan itu tidak akan berjalan mulus dan selalu ada masalah yang dihadapi. Yang terpenting adalah hargailah pendapat dan rasakanlah perasaan anak-anak.

                Dari kesimpulan yang telah penulis tuangkan dalam karya tulis ini, di dapat HASIL PENELITIAN dari penelitian yang dilakukan :
                Mungkin bagi anak yang masih kecil tidak begitu berpengaruh, tapi jika terjadi pada anak yang menginjak usia remaja hal tersebut  akan berakibat fatal terutama pada psikis dan kepribadian mereka. Beberapa akibat yang ditimbulkan pada remaja dari perceraian yaitu, remaja akan merasa tidak nyaman, kesepian, kehilangan, marah, sedih, suka menyendiri, dan ketakutan. Bagi anak yang masih kecil walaupun tidak begitu berpengaruh, namun tetap saja anak itu merindukan salah satu orang tuanya yang tidak tinggal satu rumah lagi. Dan jika anak yang masih kecil itu sudah tinggan bersama orangtua tiri, maka anak itu akan merasa takut dan hanya nurut kepada si tiri.
                Berapapun usia anak yang telah mengalami kasus perceraian orangtuanya, entah masih kecil, remaja, maupun dewasa, mereka akan merasakan suatu beban yang tidak dirasakan oleh anak lain yang tidak mengalaminya, merasakan luka yang akan membekas seumur hidupnya. Disaat mereka bahagia, terkadang memori kepedihan tentang perpisahan orangtuanya akan muncul secara tiba-tiba dan terpuruk seketika, namun mereka berusaha untuk senyum kembali. Walaupun orangtua mereka telah bercerai, namun mereka tetap bersyukur karena orangtuanya masih ada didunia ini dan masih bisa bertemu untuk melepaskan rasa rindu.
                Perlu diingat bagi para orangtua. Sebaik apapun dalam menangani perceraian, pengaruh perceraian akan selalu membekas pada anak bahkan ketika pertengkaran hebat dan permasalahan orangtua sudah selesai dengan baik.

B)     SARAN

a)      Orangtua harus peka terhadap semua masalah dan konflik yang mungkin memengaruhi buah hati.
b)      Dari kisah kehancuran keluarga si anak korban perceraian, akan selalu ada hikmah dibalik semua ini yang dapat kita petik. Pasti ada sisi positif dari kejadian perceraian. kehancuran keluarga bukan berarti hancur segala-galanya, semua tergantung pada kita yang menjalaninya. Jika kita lemah, terpuruk, dan putus asa maka kehidupan tidak ka nada artinya. Namun bangkitlah bagi anak-anak korban perceraian, situasi itu memaksa dan mendorong kita untuk kuat akan iman,mental,dan fisik, tegar, sabar, mandiri, selalu semangat, pantang menyerah, dan biarkanlah kaki kalian terus melangkah ke depan tuk meraih cita-cita. Karena jika kita membatasi diri kita sendiri, maka kita telah membatasi kemampuan kita.
c)       Buktikan kepada orangtua yang lebih mementingkan pendamping barunya daripada anaknya, bahwa kita bisa sukses tanpa harus disisi dia. Namun janganlah dendam kepada orangtua kita yang melakukan kesalahan, bagaimanapun juga mereka tetap orangtua kita. Tugas kitaa sebagai anak adalah membahagiaan orangtua kita kelak dan maafkanlah semua kesalahan orangtua kita karena didalam hati seorang ayah/ibu yang paling dalam, pasti mereka juga telah lebih dulu memaafkan kesalahan kita sebelum kita meminta maaf.
d)      Janganlah memaksa anak-anak untuk menerima orang tua tiri. Karena hal itu dapat menyiksa batin mereka. Semua itu butuh waktu. Biarkanlah anak itu menyesuaikan dirinya sendiri dalam sebuah kenyamanan.


BAB IV
                      DAFTAR PUSTAKA         


4 komentar:

  1. Hai, kenalkan saya Thella. Aku dan teman-temanku membangun sebuah komunitas "Rumah Kedua" yang menjadi wadah bagi anak-anak berlatar belakang broken home untuk saling berbagi cerita, kasih sayang, dan semangat. Selengkapnya bisa kalian cek di http://mrrsforlife.blogspot.com/ . Mohon kabarkan kelahiran komunitas ini ya, aku percaya tak sekedar niat baik yang mendorong kami berbuat tapi juga kesadaran bahwa "Rumah Kedua" ini dibutuhkan. Terima kasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih. Semoga "rumah kedua" ini bermanfaat buat kita semua

      Hapus
  2. Bagaimana menghadapi anak yang merindukan kehadiran papa nya sementara papa nya sudah menelantarkan dan tidak lagi peduli sama anaknya sehingga anak tersebut sering kali uring uringan marah marah ga jelas, dan pada akhirnya bikin kesel mamah nya. Saya sangat sesih apabila sedang mengahdapi anak saya seperti itu.

    BalasHapus

  3. Water flows from a high place to a lower place. If the water that fell from a height
    bandar togel singapore terbaik indonesia

    BalasHapus